Namanya Ahmad. Dari wajahnya terlukis semangat yang tinggi untuk tersebarnya dakwah islam ke seluruh penjuru dunia. Ia sangat mendambakan kehidupan islami hadir dalam diri setiap muslim.
Seperti biasa, setiap usai shalat Isya ia tampil di hadapan jamaah untuk membacakan 2 atau 3 hadits dari kitab Riyadus Solihin yang disusun oleh Imam Nawawi. Setelah membacakan hadits, ia mengulasnya dan menjelaskan maksud hadits tersebut.
Kata-katanya begitu sanggup menghujam hati yang hadir. Walau ringkas, namun mengesankan. Saya pun baru mengenalnya. Dan perkenalan pertama begitu mampu membuat saya tertarik untuk lebih jauh mengenalnya.
Di keningnya ada tanda hitam, bekas sujud. Wajahnya seakan bercahaya dengan senyum yang tak pernah bosan tampil dari raut mukanya. Siapa yang berdekatan dengannya akan merasakan gelora semangat dakwah yang ia miliki.
Saya begitu kagum dengan keistiqamahannya. Keadaannya yang pincang tidak menghalanginya untuk menjaga shalat berjama`ah di mesjid. Walau ia harus turun-naik tangga dari apartemennya. Banyak kita lihat orang-orang yang telah dianugerahkan Allah nikmat kaki, namun mereka lebih sering membawanya ke tempat maksiat. Dan seakan begitu berat untuk melangkah ke rumah Allah.
Kisah Ahmad mengingatkan saya pada salah seorang sahabat Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam yang bernama Amr bin Jamuh radhiyallahu 'anhu. Ia juga adalah seorang lelaki yang pincang. Ia mempunyai empat orang anak lelaki yang selalu menyertai Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam dan mereka juga mengambil bagian dalam peperangan.
Ketika perang Uhud terjadi, Amr radhiyallahu 'anhu sangat ingin mengikuti peperangan itu. Tetapi orang-orang mencegahnya, “Engkau telah dikecualikan karena kakimu pincang, engkau tidak perlu menyertai pertempuran ini.”
Amr menjawab, “Sungguh sangat menyedihkan, anak-anakku masuk surga sedangkan aku ketinggalan di belakang.”
Kemudian Amr radhiyallahu 'anhu pergi menemui Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam dan menjelaskan pada beliau, “ Sesungguhnya aku sangat menginginkan gugur sebagai syahid di medan pertempuran, tetapi saudara-saudaraku selalu melarangku untuk menyertai peperangan itu. Wahai Rasulullah, aku tidak dapat lagi menahan keinginanku ini. Izinkanlah aku menyertai peperangan itu. Aku berharap dapat berjalan-jalan di surga dengan kakiku yang pincang ini.”
Rasulullah saw memberitahu, “Wahai Amr, kamu mempunyai suatu uzur. Karena itu tidak mengapa sekiranya kamu tidak ikut serta.”
Tetapi Amr radhiyallahu 'anhu terus mendesak Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam dan akhirnya karena keinginan dan cintanya yang mendalam terhadap syahid, maka Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam pun mengizinkannya menyertai peperangan itu.
Abu Talhah radhiyallahu 'anhu menceritakan, “Aku melihat Amr radhiyallahu 'anhu berjuang, beliau berjalan sesuka hatinya sambil berteriak, ‘Demi Allah aku ini sangat mencintai surga’.” Salah seorang anaknya mengikuti di sampingnya. Kedua anak dan ayah itu berjuang dengan gigih hingga keduanya syahid di medan pertempuran itu.
Begitulah semangat dan kegigihan Amr bin Jamuh radhiyallahu 'anhu dalam berjuang di jalan Allah. Ia adalah orang yang jujur dengan cintanya pada Allah dan akhirat. Kondisi fisik yang lemah dan terbatas tidak menghalangi langkah dan semangatnya untuk mati sebagai syahid. Semangatnya patut kita contoh dan teladani.
Amr bin Jamuh, Ahmad, dan orang-orang seperti mereka yang lainnya adalah para pecinta Allah sejati. Para pecinta akhirat. Orang-orang yang ingin sukses di akhirat. Orang-orang yang selalu ingin mempersembahkan yang terbaik untuk Allah. Semangat mereka begitu menggebu. Tekad mereka bulat dan keyakinan mereka pada akhirat sungguh sangat kuat. Bagi mereka berjuang di jalan Allah adalah kebahagiaan yang tidak ada tandingannya.
Surga adalah impian mereka. Yang didalamnya ada kesenangan yang abadi dan terus bertambah. Mereka tidak tertipu dan terlena dengan kesenangan dunia yang sesaat dan menipu. Mereka adalah orang-orang cerdas sebagaimana yang diterangkan Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam, “Orang-orang yang lebih banyak mengingat mati dan lebih baik persiapannya untuk sesudah kematian, mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Malik, Ibnu Majah, dan Baihaqi)
Mereka sangat sedih bila tidak bisa ikut berjuang di jalan Allah, bila tidak bisa memberikan apa yang mereka miliki untuk tegaknya agama Allah. Mereka adalah orang-orang yang selalu berlomba-lomba untuk kebaikan. Semoga semangat yang mereka miliki menjadi dorongan bagi kita untuk terus dan lebih giat berjuang demi tegaknya islam di muka bumi ini, amin.
Salam,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar