Selasa, 09 November 2010

Adam dan Hawa

Pendapat yang ditanyakan saudara penanya, tentang kaum
wanita -seperti ibu kita Hawa – yang harus bertanggung jawab
atas kesengsaraan hidup manusia, dengan mengatakan bahwa
Hawa yang menjerurnuskan Adam untuk memakan buah terlarang
… dan seterusnya, tidak diragukan lagi adalah pendapat
yang tidak islami.

Sumber pendapat ini ialah Kitabb Taurat dengan segala bagian
dan tambahannya. Ini merupakan pendapat yang diimani oleh
kaum Yahudi dan Nasrani, serta sering menjadi bahan
referensi bagi para pemikir, penyair, dan penulis mereka.
Bahkan tidak sedikit (dan ini sangat disayangkan) penulis
muslim yang bertaklid buta dengan pendapat tersebut.

Namun, bagi orang yang membaca kisah Adam dalam Al-Qur’an
yang ayat-ayatnya (mengenai kisah tersebut) terhimpun dalam
beberapa surat, tidak akan bertaklid buta seperti itu. Ia
akan menangkap secara jelas fakta-fakta seperti berikut ini.

1. Taklif ilahi untuk tidak memakan buah terlarang itu
ditujukan kepada Adam dan Hawa (bukan Adam saja). Allah
berfirman:

“Dan Kami berfirman, ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan
istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang
banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah
kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk
orang-orang zalim.’” (al-Baqarah: 35)

2. Bahwa yang mendorong keduanya dan menyesatkan keduanya
dengan tipu daya, bujuk rayu, dan sumpah palsu ialah setan,
sebagaimana difirmankan Allah:

“Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan
dikeluarkan dari keadaan semula …” (al-Baqarah: 36)

Dalam surat lain terdapat keterangan yang rinci mengenai
tipu daya dan bujuk rayu setan:

“Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup bagi mereka
yaitu auratnya, dan setan berkata, Tuhan kamu tidak
melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu
berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orangyang
kekal (dalam surga).’ Dan dia (setan) bersumpah kepada
keduanya, ‘Sesungguhnya saya termasuk orangyang memberi
nasihat kepada kamu berdua.’ Maka setan membujuk keduanya
(untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya
telah merasakan buah kayu itu, tampaklah bagi keduanya
aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan
daun-daun surga. Kemudian Tuhan rnereka menyeru mereka,
‘Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu
berdua?’ Keduanya berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak
mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami
termasuk orang-orangyang merugi.’” (al-A’raf: 20-23)

Dalam surat Thaha diceritakan bahwa Adam a.s. yang pertama
kali diminta pertanggungjawaban tentang pelanggaran itu,
bukan Hawa. Karena itu, peringatan dari Allah tersebut
ditujukan kepada Adam, sebagai prinsip dan secara khusus.
Kekurangan itu dinisbatkan kepada Adam, dan yang
dipersalahkan – karena pelanggaran itu – pun adalah Adam.
Meskipun istrinya bersama-sama dengannya ikut melakukan
pelanggaran, namun petunjuk ayat-ayat itu mengatakan bahwa
peranan Hawa tidak seperti peranan Adam, dan seakan-akan
Hawa makan dan melanggar itu karena mengikuti Adam.

Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu,
maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati
padanya kemauan yang kuat. Dan (ingatlah) ketika Kami
berkata kepada malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka
mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang. Maka kami
berkata, ‘Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah musuh
bagimu dan bagõ istrimu, maka sekali-kali janganlah sampai
ia mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan
kamu menjadi celaka. Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan
didalamnya dan tidak akan telanjang, dan sesungguhnya kamu
tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas
matahari didalamnya. ‘Kemudian setan membisikkan pikiran
jahat kepadanya (Adam) dengan berkata, ‘Hai Adam, maukah
saya tunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak
akan binasa?’ Maka keduanya memakan dari buah pohon itu,
lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga,
dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesalah ia. Kemudian
Tuhannya memilihnya. Maka dia menerima tobatnya dan
memberinya petunjuk.” (Thaha: 115-122)

3. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa Adam diciptakan oleh
Allah untuk suatu tugas yang sudah ditentukan sebelum
diciptakannya. Para malaikat pada waktu itu sangat ingin
mengetahui tugas tersebut, bahkan mereka mengira bahwa
mereka lebih layak mengemban itu daripada Adam. Hal ini
telah disebutkan dalam beberapa ayat surat al-Baqarah yang
disebutkan Allah SWT sebelum menyebutkan ayat-ayat yang
membicarakan bertempat tinggalnya Adam dalam surga dan
memakan buah terlarang.

Firman Allah:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan
befirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.’ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
seluruhnya kemudian mengemukakannya kepada para malaikat
lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
jika kamu memang orang-orang yang benar?’ Mereka menjawab,
‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari
apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah
berfirman, ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama
benda ini.’ Maka setelah diberitahukannya kepada mereka
nama-nama benda itu, Allah berfirman, ‘Bukankah sudah
Kukatakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia
langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan
apa yang kamu sembunyikan?’” (al-Baqarah: 30-33)

Disebutkan pula dalam hadits sahih bahwa Adam dan Musa a.s.
bertemu di alam gaib. Musa hendak menimpakan kesalahan
kepada Adam berkenaan dengan beban yang ditanggung manusia
karena kesalahan Adam yang memakan buah terlarang itu
(lantas dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi
sehingga menanggung beban kehidupan seperti yang mereka
alami; penj.) . Kemudian Adam membantah Musa dan mematahkan
argumentasinya dengan mengatakan bahwa apa yang terjadi itu
sudah merupakan ketentuan ilahi sebelum ia diciptakan, untuk
memakmurkan bumi, dan bahwa Musa juga mendapati ketentuan
ini tercantum dalam Taurat.

Hadits ini memberikan dua pengertian kepada kita. Pertama,
bahwa Musa menghadapkan celaan itu kepada Adam, bukan kepada
Hawa. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang disebutkan dalam
Taurat (sekarang) bahwa Hawa yang merayu Adam untuk memakan
buah terlarang itu tidak benar. Itu adalah perubahan yang
dimasukkan orang ke dalam Taurat.

Kedua, bahwa diturunkannya Adam dan anak cucunya ke bumi
sudah merupakan ketentuan ilahi dalam takdir-Nya yang luhur
dan telah ditulis oleh kalam ilahi dalam Ummul Kitab (Lauh
al-Mahfuzh), untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
melalui risalah-Nya di atas planet ini, sebagaimana yang
dikehendaki Allah, sedangkan apa yang dikehendaki Allah
pasti terjadi.

4. Bahwa surga (jannah), tempat Adam diperintahkan untuk
berdiam di dalamnya dan memakan buah-buahannya, kecuali satu
pohon, dan disuruh hengkang dari sana karena melanggar
larangan (memakan buah tersebut), tidak dapat dipastikan
bahwa surga tersebut adalah surga yang disediakan Allah
untuk orang-orang muttaqin di akhirat kelak. Surga yang
dimaksud belum tentu surga yang di dalamnya Allah
menciptakan sesuatu (kenikmatan-kenikmatan) yang belum
pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, dan
tidak seperti yang terlintas dalam hati manusia.

Para ulama berbeda pendapat mengenai “surga” Adam ini,
apakah merupakan surga yang dijanjikan kepada orang-orang
mukmin sebagai pahala mereka, ataukah sebuah “jannah”
(taman/kebun) dari kebun-kebun dunia, seperti firman Allah:

“Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah)
sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun
(jannah), ketika mereka bersumpah bahwa mereka
sungguh-sungguh akan memetik (hasil)-nya di pagi hari.”
(al-Qalam: 17)

Dalam surat lain Allah berfirman:

“Dan berikanlah kepada mereka sebuah perumpamaan dua orang
laki-laki. Kami jadikan bagi seorang diantara keduanya (yang
kafir) dua buah kebun (jannatain) anggur dan Kami kelilingi
kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan diantara kedua
kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu
menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya
sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua
kebun itu.” (al-Kahfi: 32-33)

Ibnul Qayyim menyebutkan kedua pendapat tersebut dengan
dalil-dalilnya masing-masing dalam kitabnya Miftahu Daaris
Sa’adah. Silakan membacanya siapa yang ingin mengetahui
lebih jauh masalah ini. Wallahu a’lam.

http://ariefhikmah.com/adam-dan-hawa/peranan-hawa-dalam-pengusiran-adam-dari-surga/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar