Rabu, 30 Maret 2011

Keutamaan diam

Saya menyingkat kalimat “Dahulukan Islam di Atas Mazhab” menjadi DIAM. Ttulisan ini tidak membicarakan keutamaan DIAM, tapi keutamaan diam dalam arti harfiah. Ada sebuah ungkapan terkenal yang mengatakan:

إذ كان الكلام من فضة فالسكوت من ذهب

“Jika berbicara itu perak, maka diam adalah emas.”

Meski diam memiliki keutamaan, bukan berarti semua diam juga memiliki keutamaan. Ada tiga jenis diam yang dijelaskan oleh Khalil Al-Musawi dalam bukunya Kaifa Tatasharruf bi Hikmah, yakni:

* Diam karena berpikir dan hikmah
* Diam dari amar makruf nahi mungkar
* Diam yang merupakan penyakit

Dari ketiga jenis diam di atas, hanya diam jenis pertama yang memiliki keutamaan. Diamnya orang yang berpikir adalah mengendalikan akalnya agar memperoleh hikmah serta menjaga lisannya untuk mengucapkan hikmah. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Diam merupakan di antara pintu-pintu hikmah.”

Contoh nyata diam yang memiliki hikmah adalah diamnya Allamah Thabathabai, penulis Tafsîr Al-Mîzân. Banyak orang bercerita, salah satunya murid beliau yang bernama Syekh Taqi Misbah, bahwa sedikit orang yang mengetahui kedalaman ilmu Allamah, karena di majelis ia banyak diam. Jika tidak ditanya, ia tidak akan berbicara. Tetapi ketika ia berbicara, barulah seluruh perhatian orang-orang tercurah kepadanya.

Mungkin inilah maksud dari ucapan Rasulullah saw., “Jika engkau melihat seorang mukmin diam, maka dekatilah. Karena dia akan menyampaikan hikmah.” (Mîzân Al-Hikmah, jil. 5, hlm. 436). Sayidina Ali bin Abi Thalib as. mengatakan, “Sesungguhnya sedikit bicara adalah kebaikan bagi dirinya, dan banyak bicara adalah dibenci. Tidak akan tergelincir orang yang diam, dan tidak ada yang diperoleh dari orang yang banyak bicara kecuali ketergelinciran.”

Sedangkan diam yang kedua, yaitu diam dari amar makruf nahi mungkar, jelas sangat berbahaya. Ketika kejahatan dan kezaliman semakin meluas, seorang ulama memiliki peran penting, karena (seharusnya) ucapan ulama diikuti oleh orang banyak. Ketika pemimpin pemerintahan bertindak zalim, ulama harus melawan minimal dengan ucapannya. Rasulullah bersabda, “Jihad yang paling utama adalah berkata benar di hadapan penguasa zalim.”

Diam yang ketiga, yakni karena penyakit atau malu, bisa disebabkan tiga faktor; keturunan, pendidikan, atau lingkungan. Namun ini semua masih bisa diubah jika seseorang menginginkannya. Beberapa teman mengatakan saya pendiam. Namun semoga diamnya kita semua merupakan bagian memikirkan kekuasaan Allah. Wallahualam.

http://ejajufri.wordpress.com/2009/01/17/keutamaan-diam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar