Selasa, 11 Mei 2010

Allah Maha Pemaaf


"ALLAH MAHA PEMAAF"



“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang , Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (Ali Imran : 133-134)

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.”
(Surah al-A’raf [7]:199)

“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)

“… dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. At Taghaabun, 64:14)

“Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (Qur’an 42:43)




"....dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q.S An-Nur : 22)

"Allah tidak akan menambah kemaafan seseorang, melainkan dengan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan dirinya karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya." Hadist muttafaq-alaih

Rasulullah bersada dalam salah satu hadistnya: "Tidak halal bagi seorang muslim meninggalkan saudaranya diatas 3 malam. Ketika bertemu, mereka saling menghindar. Dan yang paling baik dari kedua orang itu adalah yang memulai dengan salam".
http://www.rumahzakat.org/detail.php?id=1961


  • Daripada Anas bin Malik Radhiallahu ‘anhu telah berkata : Aku mendengar Rassulullah S.A.W bersabda : Sesungguhnya Allah berfirman (maksud) : Wahai anak Adam! Apabila engkau memohon dan mengharapkan pertolonganKu maka Aku akan mengampunimu dan Aku tidak menganggap bahawa ia suatu yang bebanan. Wahai anak Adam! Sekalipun dosa kamu seperti awan meliputi langit kemudian kamu memohon keampunanKu, nescaya Aku akan mengampuninya. Wahai anak Adam! Jika kamu menemuiku(selepas mati) dengan kesalahan sebesar bumi, kemudiannya kamu menemuiKu dalam keadaan tidak syirik kepadaKu dengan sesuatu nescaya Aku akan datang kepadamu dengan pengampunan terhadap dosa sebesar bumi itu.
- Riwayat imam Tarmizi dan kata beliau ia adalah hadis Hasan Sohih -

  • Di dalam sohih Muslim tercatat : Firman Allah Ta’ala ( maksud ) : Sesiapa yang mendekatiKu sejengkal maka Aku akan mendekatinya sehasta. Dan sesiapa yang menghampiriKu sehasta maka aku kan menghampirinya sepemeluk dan sesiapa yang datang kepadaKu dalam keadaan berjalan maka Aku akan kepada dalam keadaan bersegera. Dan sesiapa menemuiKu(selepas mati) dengan dosanya sebesar bumi tetapi tidak syirik padaKu dengan sesuatu nescaya Aku akan menemuinya dalam keadaan mengampuni dosa sebesar bumi itu.
  • Hadis yang artinya : Demi tuhan yang mana diriku berada pada tanganNya (kekuasaan) sekiranya kamu melakukan kesalahan sehingga memenuhi dosa-dosa itu antara langit dan bumi kemudian kamu memohon keampunan Allah nescaya Dia akan mengampunimu.
  • Di dalam Hadis Qudsi yang artinya : Satu kebaikan akan diganda sepuluh malah lebih, manakala satu kejahatan tetap dikira satu (tidak diganda) ataupun aku mengampuninya. Sekalipun kamu menemuiKu(selepas ,mati) dengan dosa sebesar bumi tetapi tidak syirik kepadaKu dengan sesuatu maka Aku akan menemuinya dengan mengampuni dosa sebesar itu.
- Dipetik dari kitab Al-Ittihafat -

  • Dalam hadis sohih yang lain yang artinya :Doa adalah senjata bagi orang mukmin, tiang agama dan cahaya yang menerangi langit dan bumi.
  • Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Sesiapa yang banyak beristighfar maka Allah akan menjadikan baginya daripada setiap kesusahan jalan penyelasaian, daripada setiap kesempitan jalan keluar dan akan diberikan rezeki dengan cara yang tidak diketahui.
  • Rasulullah S.A.W telah bersabda yang artinya : Tiada daripada seorang muslim yang memohon doa sedangkan dia sendiri bersih dari dosa dan juga dia tidak pernah memutuskan perhubungan silaturrahim sesama manusia melainkan Allah akan menganugerahi kepadanya satu dari tiga perkara ini : sama ada terus diterima doanya, sama ada Dia akan menangguhnya sehingga hari akhirat ataupun disimpan(ampun) segala kejahatan yang seumpanya (permintaan tadi). Maka para sahabat bertanya : Sekalipun banyak? Sabda baginda S.A.W : Allah lebih banyak pemberianNya.

Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah meninggalkan sesuatu[1].
Ibnul Atsir berkata, “Nama Allah “al-’Afuw” adalah fa’uul dari kata al-’afwu (memaafkan) yang berarti memaafkan perbuatan dosa dan tidak menghukumnya, asal maknanya: menghapus dan menghilangkan[2].

Al-Fairuz Abadi berkata, “Al-’Afwu adalah pemaafan dan pengampunan Allah Ta’ala atas (dosa-dosa) makhluk-Nya, serta tidak memberikan siksaan kepada orang yang pantas (mendapatkannya)[3].

Penjabaran makna nama Allah al-’Afuw
Al-’Afuw adalah zat yang maha menghapuskan dosa-dosa dan memaafkan perbuatan-perbuatan maksiat[4].

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,

{إنَّ اللهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ}

“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pema’af lagi Maha Pengampun” (QS al-Hajj:60).
Beliau berkata, “Artinya: Dia maha memaafkan orang-orang yang berbuat dosa, dengan tidak menyegerakan siksaan bagi mereka, serta mengampuni dosa-dosa mereka. Maka Allah menghapuskan dosa dan bekas-bekasnya dari diri mereka. Inilah sifat Allah Ta’ala yang tetap dan terus ada pada zat-Nya (yang maha mulia), dan inilah perlakuan-Nya kepada hamba-hamba-Nya di setiap waktu, (yaitu) dengan pemaafan dan pengampunan…”[5].
Makna inilah yang dimaksud dalam doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dibaca pada malam lailatul qadr:

اللهم إنك عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pema’af, Engkau suka memaafkan (hamba-Mu), maka maafkanlah aku”[6].[7]

Dalam beberapa ayat al-Qur’an Allah menggandengkan nama ini dengan nama-Nya yang lain yaitu “al-Ghafur” (maha pengampun), seperti dalam ayat di atas, demikian pula dalam surat an-Nisa’:43 dan an-Nisa’:99.

{وَكَانَ الله ُعَفُوًّا غَفُوْرًا}

“Dan adalah Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun” (QS an-Nisaa’:99).

Kedua nama Allah yang maha indah ini memang memiliki makna yang hampir sama, meskipun nama Allah ‘al-Afuw memiliki makna yang lebih mendalam. Karena “pengampunan” mengisyaratkan arti as-sitru (menutupi), sedangkan “pemaafan” mengisyaratkan arti al-mahwu (menghapuskan) yang artinya lebih mendalam (dalam penghapusan dosa). Meskipun demikian, kedua nama Allah ini jika disebutkan sendiri-sendiri maknanya mencakup keseluruhan arti tersebut[8].
Sifat “memaafkan” dan “mengampuni” ini adalah termasuk sifat-sifat yang tetap dan terus-menerus ada pada dzat Allah (yang Maha Mulia). Dan senantiasa pengaruh (baik) sifat-sifat ini meliputi semua makhluk-Nya di siang dan malam hari. Karena sifat “memaafkan” dan “mengampuni” (yang dimiliki)-Nya meliputi semua makhluk, dosa dan perbuatan maksiat.
Padahal, mestinya perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia menjadikan mereka ditimpa berbagai macam siksaan, akan tetapi pemaafan dan pengampunan-Nya menghalangi turunya siksaan tersebut. Allah Ta’ala berfirman:

{ولو يؤاخذ الله الناسَ بما كسبوا ما ترك على ظهرها من دابة ولكن يؤخرهم إلى أجل مسمى، فإذا جاء أجلهم فإن الله كان بعباده بصيرا}

“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatan (dosa) mereka, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun, akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya” (QS Faathir:45).

Inilah kesempurnaan pemaafan-Nya, yang kalau bukan karena itu niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melatapun[9].
Senada dengan ayat di atas, dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satupun yang lebih bersabar menghadapi gangguan (celaan) yang didengarnya melebihi Allah Ta’ala. Sungguh orang-orang (kafir) telah menyekutukan-Nya dan mengatakan (bahwa) Dia mempunyai anak, (tapi bersamaan dengan itu) Dia tetap menangguhkan siksaan dan memberi rezki bagi mereka”[10].

Pembagian sifat al-’afw (memaafkan) dari Allah Ta’ala
Sifat al-afw (memaafkan) ini ada dua macam:

  • Yang pertama: pemaafan-Nya yang (bersifat) umum bagi semua orang yang berbuat maksiat, dari kalangan orang-orang kafir maupun yang selain mereka. (Yaitu) dengan tidak menimpakan siksaan yang telah ada sebab-sebabnya, yang seharusnya menjadikan mereka terhalangi dari kenikmatan (duniawi yang mereka rasakan), padahal mereka menentang-Nya dengan mencela-Nya (menisbatkan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya), menyekutukan-Nya dan melakukan berbagai macam penyimpangan lainnya. (Bersamaan dengan itu) Allah (tetap) memaafkan (menangguhkan siksaa-Nya), memberi rezki dan menganugerahkan berbagai macam nikmat (duniawi) lahir dan batin kepada mereka.
  • Yang kedua: Pemaafan dan pengampunan-Nya yang (bersifat) khusus bagi orang-orang yang bertaubat, yang meminta ampun, yang berdoa dan menghambakan diri (kepada-Nya), demikian pula bagi orang-orang yang mengharapkan (rahmat-Nya) dengan musibah-musibah yang menimpa mereka. Maka semua orang yang bertaubat kepada-Nya dengan tobat yang nashuh[11], maka Allah akan mengampuni dosa apapun yang dilakukannya, (baik itu) kekafiran, kefasikan maupun maksiat (lainnya). Semua dosa tersebut termasuk dalam (keumuman) firman Allah Ta’ala,
{قل يا عبادي الذين أسرفوا على أنفسهم لا تقنطوا من رحمة الله إن الله يغفر الذنوب جميعًا إنه هو الغفور الرحيم}

“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (az-Zumar:53) [12].

Pengaruh positif dan manfaat mengimani nama Allah al-Afuw
Memahami nama Allah yang maha agung ini merupakan pintu utama untuk mencapai kedudukan yang tinggi (di sisi-Nya), khususnya jika (setelah memahaminya dengan baik) kita berusaha untuk merealisasikan kandungan dan konsekwensi yang terkandung dalam nama ini. Yaitu melakukan istighfar (meminta ampun kepada Allah) secara kontinyu, meminta pemaafan, selalu bertobat, mengharapkan pengampunan dan tidak berputus asa (dari rahmat-Nya), karena Allah Ta’ala Maha Pema’af lagi Maha Pengampun, sangat mudah bagi-Nya untuk mengampuni dosa (hamba-hamba-Nya) bagaimanapun besarnya dosa dan maksiat tersebut. Maka seorang hamba senantiasa berada dalam kebaikan yang agung selama dia selalu meminta pemaafan dan mengharapkan pengampunan dari Allah[13].

Cobalah renungkan makna yang agung ini dalam hadits qudsi berikut ini:
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Seorang hamba melakukan perbuatan dosa, kemudian dia berdoa: “Ya Allah ampunilah dosaku”. Maka Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai Tuhan yang (maha) mengampuni dan membalas perbuatan dosa”. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa, “Ya Tuhanku ampunilah dosaku”. Maka Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai Tuhan yang (maha) mengampuni dan membalas perbuatan dosa”. (Maka Allah mengampuni dosanya), kemudian hamba itu berbuat dosa lagi lalu berdoa, “Ya Tuhanku ampunilah dosaku”. Maka Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku telah berbuat dosa, sedang dia meyakini bahwa dia mempunyai Tuhan yang (maha) mengampuni dan membalas perbuatan dosa, berbuatlah sesukamu (wahai hamba-Ku), maka sungguh Aku telah mengampunimu”[14]. Yaitu, “Selama kamu terus bertaubat, memohon dan kembali (kepada-Ku)” [15].

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,
{إن الله كان عفواً غفوراً}

“Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun” (QS an-Nisaa’:43).

Beliau berkata: “Artinya: Allah memiliki banyak pemaafan dan pengampunan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan memudahkan dan meringankan syariat-Nya bagi mereka, sehingga mudah bagi mereka untuk menunaikannya dan tidak menyusahkan.
Termasuk (bentuk) pemaafan dan pengampunan-Nya adalah Rahmat-Nya bagi umat (Islam) ini dengan Dia mensyariatkan bersuci dengan tanah (debu) sebagai pengganti air ketika tidak mampu menggunakan air.

Dan termasuk (bentuk) pemaafan dan pengampunan-Nya adalah dengan Dia membukakan pintu taubat dan kembali kepada-Nya bagi orang-orang yang berbuat dosa, bahkan dia menyeru mereka untuk bertaubat dan menjanjikan pengampunan bagi dosa-dosa mereka.
Juga termasuk (bentuk) pemaafan dan pengampunan-Nya adalah bahwa seandainya seorang mukmin datang menghadap-Nya (di akhirat nanti) dengan membawa dosa sepenuh bumi, tapi dia tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, maka Dia akan memberikan pada hamba-Nya itu pengampunan yang sepenuh bumi (pula)[16]. [17]

Termasuk (bentuk) pemaafan-Nya adalah bahwa perbuatan baik dan amalan shaleh bisa menghapuskan perbuatan buruk dan dosa. Allah Ta’ala berfirman,

{إنَّ الحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ}

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk” (QS Huud:114).

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ikutkanlah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka niscaya perbuatan baik itu akan menghapuskan (dosa) perbuatan buruk tersebut[18].

Demikian juga termasuk (bentuk) pemaafan-Nya adalah bahwa semua musibah yang menimpa seorang hamba pada diri, anak maupun hartanya, (itu semua) akan menghapuskan dosa-dosanya, khususnya jika hamba itu mengharapkan pahala (dari) musibah tersebut dan menunaikan sikap bersabar dan ridha (dengan takdir Allah Ta’ala terhadap dirinya).
Dan termasuk (bentuk) pemaafan-Nya yang agung adalah bahwa hamba-Nya selalu menentang (perintah)-Nya dengan (melakukan) berbagai macam maksiat dan dosa besar, tapi Dia selalu berlaku lembut dan memberikan maaf-Nya kepadanya, kemudian dia melapangkan dada hamba-Nya itu untuk bertobat (kepada-Nya), lalu Dia menerima taubatnya. Bahkan Allah Ta’ala bergembira dengan taubat hamba-Nya padahal Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji, tidak akan memberi manfaat bagi-Nya ketaatan orang-orang yang taat, sebagaimana tidak akan merugikan-Nya kemaksiatan orang-orang yang berbuat maksiat [19].
Penutup

Sesungguhnya pintu-pintu pemaafan dan pengampunan-Nya senantiasa terbuka (lebar), dan Dia senantiasa dan selalu bersifat maha pemaaf dan pengampun. Sungguh Dia telah menjanjikan pengampunan dan pemaafan bagi orang-orang yang mengusahakan sebab-sebabnya, sebagaimana dalam firman-Nya,

{وإني لغفار لمن تاب وآمن وعمل صالحاً ثم اهتدى}

“Dan sesungguhnya Aku benar-benar Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal shaleh kemudian tetap di jalan yang benar” (QS Thaaha:82) [20].

Demikianlah, semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada kita pemaafan-Nya dan memuliakan kita dengan pengampunan-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 17 Ramadhan 1430 H
Category: Other
Allah Memuliakan Orang Pemaaf
Oleh H Uti Konsen UM

Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tak ingin Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Penyayang (QS 24 :23). Suatu ketika, Rasullah SAW berkumpul dengan sejumlah sahabat dan bersabda ,' Maukah kalian saya beritahukan tentang sesuatu yang denganya Allah memuliakan (manusia ) dan mengangkat derajatnya ?' Serempak mereka menjawab, 'Tentu, wahai Rasulullah.' Lalu utusan Allah ini melanjutkan, ' Kalian bersabar terhadap orang yang tidak mengenalmu. Kalian memaafkan orang yang pernah menganiayamu. Kalian memberi (sesuatu) kepada orang yang tak pernah memberimu. Dan kalian menyambung kembali tali silaturrahmi orang yang telah memutuskannya denganmu.' Nabi Muhammad SAW sendiri dikenal sebagai orang yang sangat pemaaf. Ketika diminta untuk mengecam dan mengutuk orang-orang musyrik, beliau justru menolaknya, seraya berkata,'Aku tidak diutus sebagai tukang kutuk, tetapi sebagai pembawa rahmat buat semesta alam.' (HR Muslim) Dalam hadis lain Nabi Akhir zaman ini berkata ,' Tidak ada kelembutan yang paling disenangi Allah melebihi kelembutan dan kasih sayang seorang pemimpin. Dan tidak ada kebodohan yang paling dibenci oleh Allah melebihi kebodohan dan kepandiran seorang pemimpin.' Tidak ada kelembutan yang paling disenangi Allah melebihi kelembutan dan kasih sayang seorang pemimpin. Dan tidak ada kebodohan yang paling dibenci oleh Allah melebihi kebodohan dan kepandiran seorang pemimpin.' Untuk itu Rasulullah SAW telah memberi teladan yang pas. Sampai-sampai Allah memuji jiwa kepemimpinannya, bahwa beliau adalah seorang lembut, tidak keras dan pemaaf. Bahkan selanjutnya Allah menyebut bahwa Rasulullah SAW tidak hanya pemaaf melainkan juga suka meminta maaf kesalahan umatnya kepada Allah. Kemudian beliau merangkul mereka dengan cara mengajak ikut serta dalam musyawarah (Ali Imran 159). Simak pula sikap sahabat Nabi, Abu Bakar Shiddiq. Untuk menghancurkan kekuatan umat Nabi Muhammad SAW, tokoh munafik Abdullah bin Ubay menyebarkan fitnah, bahkan Siti Aisyah telah berbuat negatif. Cepat sekali issu itu menyebar. Sampai-sampai Abu Bakar sebagai ayah dari Siti Aisyah menjadi gelisah, lantaran sahabat karibnya Masthah juga ikut menyebarkan berita tidak enak tersebut. Padahal selama ini Masthah telah banyak dibantu kebutuhan hidupnya oleh sahabat utama Nabi itu. Semula Abu Bakar sudah ingin memutus tali silaturrahim dengan sahabat karibnya Masthah. Ternyata niat Abu Bakar ini tidak diperkenankan Tuhan. Lalu turunlah ayat di atas. (QS 24:22). Dan menjadi lembutlah hati Abu Bakar. Sikap khalifah pertama ini bercermin pada perilaku uswah hasanah Rasulullah SAW. Nabi tak pernah dendam, dengki, atau benci, sekalipun hati beliau sering disakiti karena berkali-kali ditimpa hasutan dan fitnah orang kafir dan musyrik Quraisy. Malah beliau bersikap baik dan memaafkan, termasuk kepada Abdullah bin Ubay tadi. Dengan teguran ayat Al Quran 24-22 itu, Abu Bakar segera memaafkan kerabatnya Masthah. Ia kembali berhubungan dengan memberikan bantuan kepadanya seperti sedia kali, sambil berkata,' Aku suka Allah memberikan ampunan kepadamu.' Menebar rasa cinta kasih dan pemaaf haruslah menyeluruh, tidak pandang bulu, bahkan kepada para preman atau bangsat sekalipun. Kepada mereka, kita tidak boleh mengutuk dan mengumbar dendam. Rasulullah SAW bahkan, menyuruh kita prihatin dan mendoakan mereka :' Ya Allahumma irhamhu, Allahumma tub alaihi' (Ya Allah, kasihanilah dia. Ya Allah, ampunilah dia). Kasih sayang dan pemaaf juga berarti kita berharap agar seseorang kembali kepangkuan ilahi. Seorang sufi Syaqiq Al Zahid mengatakan ,' Pada saat kamu teringat atau bertemu orang jahat, kemudian kamu tidak merasa belas kasihan kepadanya, berarti kamu lebih jahat dari dia.' Dalam satu hadis disebutkan bahwa salat dan puasa belum cukup membawa seseorang ke surga sampai dadanya bersih dari dendam, hatinya penyayang, dan berbelas kasih terhadap sesama. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjelaskan, amal yang paling disenangi Allah SWT ada tiga, ' Memberi maaf sewaktu sempat membalas dendam, berlaku adil saat emosi, dan menaruh belas kasihan terhadap sesama hamba Allah.' Sesungguhnya sikap lapang dada dan sikap saling memaafkan satu sama lain merupakan salah satu ajaran moral Islam yang mesti dijunjung tinggi. Allah SWT menyebut kesadaran untuk menahan diri dan kesanggupan memberi maaf tersebut sebagai bagian dari ciri dan indikator keimanan dan ketaqwaan seseorang kepada Allah SWT (QS 3:134). Dr Abdullah Nashih Ulwan dalam salah satu bukunya, antara lain mengatakan bahwa memaafkan termasuk perasaan jiwa seseorang untuk bersikap toleran terhadap orang yang zalim, pendengki dan pendendam. Ketika kita memaafkan seseorang, berarti kita telah rela menghilangkan hak kita pada orang tersebut dan kita membebaskan bebannya kepada kita sehingga tidak menimbulkan permusuhan. Memaafkan berarti menekan atau menahan sifat egois dan emosi kita kepada orang lain. Dan memaafkan merupakan perbuatan mulia yang dapat meningkatkan kualitas takwa kita kepada Allah.' Dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (QS 2 :237). Menjadi pemaaf itu menyehatkan badan,pikiran,prilaku dan kehendak kehendak.Wallahualam.....

2 komentar:

  1. Makasih infonya cuy,,,,,
    lumayan buat nambah ilmu di Agama.....
    Allahu Akabar,,,,,,,,

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah,,,
    gw juga baru belajar cuy,,,,,
    jadi kurangnya pasti ada,,,,,,
    thanks ya,,,,,,,,
    sukses buat loe n salam kenal...

    BalasHapus