Rabu, 30 Maret 2011

TAFAKUR

1. TAFAKKUR
Tafakur artinya kegiatan berfikir, memikirkan atau merenungi secara mendalam. Tafakur berarti bagaimana kita sebagai hamba Allah selalu memikirkan, merenungi akan kekuasaan Allah yang meliputi langit bumi beserta seluruh ciptaan-Nya ini, tidak hanya melalui akal semata tetapi juga disertai dengan zikir & fikir dihati.

Bertafakur bukanlah berkhayal dan berangan-angan kosong, bukan memikirkan keduniaan yang tak pernah habis. Tapi mengarahkan kita untuk memikirkan semua fenomena alam dan kaitannya dengan keimanan. Itulah tafakur yang akan mempunyai pengaruh pada kebersihan hati. Tafakur adalah berfikir jauh menerawang dan menerobos alam dunia kedalam alam akhirat, dari alam ciptaan-Nya menuju kepada sang Khalik.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi”. (Ali Imran:190-191)

2. Objek Tafakur

Tafakur dimulai dari yang terdekat dengan kita : Menafakuri diri sendiri
Ruang lingkup tafakur amatlah luas, meliputi bumi langit beserta seluruh isinya bisa di jadikan sebagai objek tafakur. Namun demikian, Allah Swt tidak pernah menyulitkan makhluk-Nya. Hal apapun yang diperintahkan Allah atas makhluk-Nya, selalu di sertai dengan petunjuk atau jalan yang bertujuan untuk selalu memberi kemudahan kepada hambanya.

Dalam hal bertafakur, Allah memberi jalan seperti yang tertuang di dalam Alqur’an surah Adz-Dzariyat (51) : 27 :“Dan pada dirimu sendiri apakah kamu tidak memperhatikan?”, atau surah Adz-Dzariyat (51) : 20-21.

Jadi objek tafakur yang paling dekat dengan kita adalah menafakuri diri kita sendiri. Ini sangat besar manfaatnya, karena hal ini merupakan sumber pengetahuan yang akan mengantarkan diri mengenal Allah (Marifatullah) sebagai Zat yang menciptakan kita. Dalam menafakuri diri kita, kita bisa napak tilas ke belakang saat kita belum dilahirkan. Bagaimana Allah menciptakan kita seperti kita sekarang ini, ada yang menjadi pengusaha, ustadzah, ibu rumah tangga, dokter dan lain sebagainya.

Bukankah asal mula kita di ciptakan Allah dari setetes mani, Surah Qiyamah 37-38 : Bukankah dia mulanya hanya setetes mani yang ditumpahkan kedalam rahim. Kemudian mani itu menjadi segumpal darah/suatu yang melekat, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. Firman Allah lainnya yang berkaitan tentang asal muasal manusia ini terdapat juga di dalam surah, Abasa: 17-22. Ar-Rum:20. Al-Mursalat:20-22. Yasin :77. Al-Insan : 2. Al-Mu’minun:12-14.

Maka mari renungkan diri kita berpuluh puluh tahun yang lalu, saat kita masih belum dilahirkan kedunia ini, atau saat kita masih berbentuk setetes air mani yang dihasilkan dari buah kasih kedua orang tua kita. Lalu bagaimana proses dari setetes mani itu menjadi segumpal darah atau janin dalam rahim ibu kita, kemudian janin tersebut terus berproses dan berkembang menjadi seorang bayi yang siap di lahirkan. Sampai akhirnya kita tumbuh dewasa seperti saat ini, semua itu merupakan objek tafakkur yang menjadi bukti nyata akan keajaiban, kebijaksanaan dan keagungan Allah swt.

Objek Alam Semesta

“Sekadar aku keluar dari rumah dan apa yang tertangkap oleh mataku, pasti aku melihat bahwa ada nikmat Allah atasku dari apa yang ku lihat. Dan dari sana aku memetik pelajaran untuk ku (Abu Sulaiman Ad Darani seorang shalih dari generasi Tabiin)

Bila kita telah selesai mentafakuri keagungan Allah atas apa yang ada di diri kita, maka kita bisa mulai mentafakuri ciptaan Allah lainnya, yang bermilyar bahkan trilyunan jumlahnya atau bahkan tak terbatas jumlahnya, meliputi tumbuhan, daratan, laut, udara bahkan semua ciptaan yang ada di angkasa raya, meliputi bintang, bulan, matahari dan lain sebagainya. Semesta kreasi Allah SWT yang sempurna dengan berbagai hukumnya yang banyak tidak dapat dipahami oleh pikiran manusia, pasti tidaklah muncul dengan sendirinya.

Waktu Tafakur
Waktu untuk melakukan tafakur bisa kapan saja dan dimana saja, firman Allah dlm surah Ali Imran:191 “Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk, dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi”.

Tetapi waktu tafakur yang paling afdal adalah saat tengah malam. Berzikir di suasana lengang, hening, sunyi senyap, dan disaat saat kesendirian kita, bisa membawa kita ke suasana syahdu hingga bisa menciptakan suasana romantisme antara seorang hamba dan sang Khaliknya.

Tujuan/Manfaat Tafakur sekaligus kesimpulan

Tafakur dilakukan oleh seorang hamba bertujuan dalam rangka mengenal ma’rifatullah kepada Zat Allah, sifat-sifatnya serta nama-namaNya. Diriwayatkan Ibunu Abbas bahwa suatu hari Rasul SAW menemui suatu kaum yang sedang bertafakur. Beliau bertanya, “Mengapa kalian tidak berkata kata? “Mereka menjawab, “Kami sedang memikirkan tentang ciptaan Allah SWT.”

Beliaupun bersabda, “Kalau begitu lakukanlah. Pikirkanlah tentang ciptaan Allah, tetapi jangan memikirkan Zat-Nya, karena kamu tidak akan sanggup memikirkannya”. Jadi bila hendak mengenal Allah bukan Dzatnya yang kita tafakuri atau pikirkan, tapi hasil karya atau ciptaannya yang meliputi bumi langit dan seluruh isinya.

Dari proses tafakur ini dengan sendirinya kita dapat menemukan berbagai keajaiban dan rahasia yang menunjukkan kebijaksanaan, kekuasaan, kemuliaan dan keagungan Allah, yang Insya Allah dengan sendirinya tidak hanya akan menuntun jalan kita lebih mengenal Allah, tetapi juga pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa cinta seorang hamba kepada sang Khalik-Nya.

Jika kita merutinkan tafakur, maka akan muncul kesempuranaan dalam keberagamaan kita. Siapa saja yang melakukannya dengan baik, maka ia akan beroleh kebaikan yang besar. Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, tidak ada ibadah yang sepenting tafakur. Sebab tafakur itu pelita kalbu. Bila ia pergi, tiada cahaya yang menerangi. Tafakur akan menjadikan hatimu hidup, sinarnya akan menerangi seluruh jiwa dengan keimanan dan keyakinan

Takut kepada Allah adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak terlalu diperhatikan oleh sebagian orang-orang mukmin, padahal itu menjadi dasar beribadah dengan benar. Firman Allah Ta'ala: "Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman".(Ali 'Imran 175).

Tanda-tanda takut kepada Allah:

1. Pada lisannya Seseorang yang takut kepada Allah mempunyai kekhawatiran atau ketakutan sekiranya lisannya mengucapkan perkataan yang mendatangkan murka Allah. Sehingga dia menjaganya dari perkataan dusta, ghibah dan perkataan yang berlebih-lebihan dan tidak bermanfaat. Bahkan selalu berusaha agar lisannya senantiasa basah dan sibuk dengan berdzikir kepada Allah, dengan bacaan Al Qur'an, dan mudzakarah ilmu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Barangsiapa yang dapat menjaga (menjamin) untukku mulut dan kemaluannya, aku akan memberi jaminan kepadanya syurga".(HR. Al Bukhari).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda: "Tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu (perkataan) yang tidak berguna". (HR. At Tirmidzi). Kemudian dalam riwayat lain disebutkan, artinya: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbicara yang baik, atau (kalau tidak bisa) maka agar ia diam".(HR. Al Bukhari dan Muslim).

Begitulah, sesungguhnya seseorang itu akan memetik hasil ucapan lisannya,
maka hendaklah seorang mukmin itu takut dan benar-benar menjaga lisannya.

2. Pada perutnya Orang mukmin yang baik tidak akan memasuk kan makanan ke dalam perutnya kecuali dari yang halal, dan memakannya hanya terbatas pada kebutuhannya saja. Firman Allah Ta'ala: Artinya: "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu dengan jalan yang batil".(Al Baqarah: 188).

Ibnu Abbas menjelaskan, memakan dengan cara batil ini ada dua jalan yaitu; Pertama dengan cara zhalim seperti merampas, menipu, mencuri, dll. Dan Kedua dengan jalan permainan seperti berjudi, taruhan dan lainnya. Harta yang diperoleh dengan cara haram selamanya tidak akan menjadi baik/suci sekalipun diinfaqkan di jalan Allah.

Sufyan Ats-Tsauri menjelaskan, : "Barangsiapa menginfaq kan harta haram (di jalan Allah) adalah seperti seseorang mencuci pakaiannya dengan air kencing, dan dosa itu tidak bisa dihapus kecuali dengan cara yang baik".
Bahkan dijelaskan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyatakan, setiap jasad (daging) yang tumbuh dari harta haram maka neraka lebih pantas untuknya.

Jadi, itulah urgensi memperhatikan jalan mencari harta. Sudahkah kita takut kepada Allah dengan menjaga agar jangan sampai perut kita dimasuki harta yang diharamkan Allah ?

3. Pada tangannya Orang mukmin yang takut kepada Allah akan menjaga tangannya agar jangan sampai dijulurkan kepada hal-hal yang diharamkan Allah seperti; (sengaja) menyentuh wanita yang bukan muhrim,berbuat zhalim, aniaya. Dan tidak bermain dengan alat-alat permainan syetan seperti alat perjudian.

Orang mukmin selalu menggunakan tangannya untuk melakukan ketaatan, seperti bershadaqah, menolong orang lain (dengan tangannya) karena dia takut di akhirat nanti tangannya akan berbicara di hadapan Allah tentang apa yang pernah dilakukan-nya, sedangkan anggota badannya yang lain menjadi saksi atasnya.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala: Artinya: "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan".(Yasin: 65).
Bahkan salah seorang ulama salaf berkata; "Sekiranya kulit saya ditempeli bara api yang panas, maka itu lebih aku sukai daripada saya harus menyentuh perempuan yang bukan muhrim".

Itulah gambaran orang mukmin sejati yang takut kepada Allah di dalam menggunakan tangannya. Maka bagaimanakah dengan kita?

4. Pada penglihatannya Penglihatan merupakan nikmat Allah Ta'ala yang amat besar, maka musuh Allah yaitu syetan tidak senang kalau nikmat ini digunakan sesuai kehendak-Nya. Orang yang takut kepada Allah selalu menjaga pandangannya dan merasa takut apabila memandang sesuatu yang diharamkan Allah, tidak memandang dunia dengan pandangan yang rakus namun me-mandangnya hanya untuk ibrah (pelajaran) semata.

Pandangan merupakan panah api yang dilepaskan oleh iblis dari busurnya, maka berbahagialah bagi siapa saja yang mampu menahannya. Allah berfirman: Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman; "Hendaklah mereka menahan pandangan-nya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".(An Nur: 30).

Jika kita teliti banyaknya kemaksiatan dan kemungkaran yang merajalela, seperti; perzinaan dan pemerkosaan, salah satu penyebabnya adalah ketidak mampuan seseorang menahan pandangannya. Sebab, sekali seseorang memandang, lebih dari sepuluh kali hati membayangkan.Maka, sudahkah kita menjadi orang yang takut kepada Allah dengan menahan pandangan kepada sesuatu yang diharamkanNya?

5. Pada pendengarannya Ini perlu kita renungi bersama, sehingga seorang mukmin akan selalu menjaga pendengarannya untuk tidak mendengarkan sesuatu yang diharamkan Allah, seperti nyanyian yang mengundang birahi beserta irama musiknya, dll.

Firman Allah Ta'ala: Artinya: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai tanggung jawabnya". (Al Israa': 36).Dan seorang mukmin akan menggunakan pendengarannya untuk hal-hal yang bermanfaat.

6. Pada kakinya Seseorang yang takut kepada Allah akan melangkahkan kakinya ke arah ketaatan, seperti mendatangi shalat jama'ah, majlis ta'lim dan majlis dzikir. Dan takut untuk melangkahkan kakinya ke tempat-tempat maksiat serta menyesal bila terlanjur melakukannya karena ingat bahwa di hari kiamat kelak kaki akan berbicara di hadapan Allah, ke mana saja kaki melangkah, sedang bumi yang dipijaknya akan menjadi saksi.

Firman Allah Ta'ala: Artinya: "Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan". (Yaasin: 12).

Asbabun nuzul ayat ini adalah : bahwa seorang dari Bani Salamah yang tinggal di pinggir Madinah (jauh dari masjid) merencanakan untuk pindah ke dekat masjid,maka turunlah ayat ini yang kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan bahwa bekas langkah (telapak) menuju masjid dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh.

Semua bekas langkah kaki akan dicatat oleh Allah ke mana dilangkahkan, dan tidak ada yang tertinggal karena bumi yang diinjaknya akan mengabarkan kepada Allah tentang apa, kapan, dan di mana seseorang melakukan suatu perbuatan. Jika baik maka baiklah balasannya, tetapi jika buruk maka buruk pula balasannya. Ini semua tidak lepas dari kaki yang dilangkahkan, maka ke manakah kaki kita banyak dilangkahkan ?

7. Pada hatinya Seorang mukmin akan selalu menjaga hatinya dengan selalu berzikir dan istighfar supaya hatinya tetap bersih, dan menjaganya dari racun-racun hati.

Seorang mukmin akan takut jika dalam hatinya muncul sifat jahat seperti buruk sangka, permusuhan, kebencian, hasad dan lain sebagainya kepada mukmin yang lain. Karena itu semua telah dilarang Allah dan RasulNya dalam rangka menjaga kesucian hati. Hati adalah penentu, apabila ia baik maka akan baik seluruh anggota tubuh, tetapi apabila ia jelek maka akan jeleklah semuanya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila ia jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati".(HR. Riwayat Al Bukhari dan Muslim).

Maka pernahkah kita merasa takut bila hati kita menjadi gelap? Bahkan kita selalu merasa bahwa hati kita sama sekali tidak ada kejelekannya? Naudzubillah. Dari ini semua sudahkah kita termasuk orang yang takut kepada Allah ?

Maraji': Tazkiyatun Nafs, Ibnu Rajab Al Hambali dan Ibnu Qayyim.

http://permaisuriku.multiply.com/reviews/item/2

Keutamaan diam

Saya menyingkat kalimat “Dahulukan Islam di Atas Mazhab” menjadi DIAM. Ttulisan ini tidak membicarakan keutamaan DIAM, tapi keutamaan diam dalam arti harfiah. Ada sebuah ungkapan terkenal yang mengatakan:

إذ كان الكلام من فضة فالسكوت من ذهب

“Jika berbicara itu perak, maka diam adalah emas.”

Meski diam memiliki keutamaan, bukan berarti semua diam juga memiliki keutamaan. Ada tiga jenis diam yang dijelaskan oleh Khalil Al-Musawi dalam bukunya Kaifa Tatasharruf bi Hikmah, yakni:

* Diam karena berpikir dan hikmah
* Diam dari amar makruf nahi mungkar
* Diam yang merupakan penyakit

Dari ketiga jenis diam di atas, hanya diam jenis pertama yang memiliki keutamaan. Diamnya orang yang berpikir adalah mengendalikan akalnya agar memperoleh hikmah serta menjaga lisannya untuk mengucapkan hikmah. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Diam merupakan di antara pintu-pintu hikmah.”

Contoh nyata diam yang memiliki hikmah adalah diamnya Allamah Thabathabai, penulis Tafsîr Al-Mîzân. Banyak orang bercerita, salah satunya murid beliau yang bernama Syekh Taqi Misbah, bahwa sedikit orang yang mengetahui kedalaman ilmu Allamah, karena di majelis ia banyak diam. Jika tidak ditanya, ia tidak akan berbicara. Tetapi ketika ia berbicara, barulah seluruh perhatian orang-orang tercurah kepadanya.

Mungkin inilah maksud dari ucapan Rasulullah saw., “Jika engkau melihat seorang mukmin diam, maka dekatilah. Karena dia akan menyampaikan hikmah.” (Mîzân Al-Hikmah, jil. 5, hlm. 436). Sayidina Ali bin Abi Thalib as. mengatakan, “Sesungguhnya sedikit bicara adalah kebaikan bagi dirinya, dan banyak bicara adalah dibenci. Tidak akan tergelincir orang yang diam, dan tidak ada yang diperoleh dari orang yang banyak bicara kecuali ketergelinciran.”

Sedangkan diam yang kedua, yaitu diam dari amar makruf nahi mungkar, jelas sangat berbahaya. Ketika kejahatan dan kezaliman semakin meluas, seorang ulama memiliki peran penting, karena (seharusnya) ucapan ulama diikuti oleh orang banyak. Ketika pemimpin pemerintahan bertindak zalim, ulama harus melawan minimal dengan ucapannya. Rasulullah bersabda, “Jihad yang paling utama adalah berkata benar di hadapan penguasa zalim.”

Diam yang ketiga, yakni karena penyakit atau malu, bisa disebabkan tiga faktor; keturunan, pendidikan, atau lingkungan. Namun ini semua masih bisa diubah jika seseorang menginginkannya. Beberapa teman mengatakan saya pendiam. Namun semoga diamnya kita semua merupakan bagian memikirkan kekuasaan Allah. Wallahualam.

http://ejajufri.wordpress.com/2009/01/17/keutamaan-diam/

menangis yang bermanfaat

MENANGIS YANG BERMANFAAT

Orang-orang yang mencintai Allah spenuh hati selalu menangis mengenang dosanya. Ada bermacam-macam tangisan orang sholeh.
1. Tangisan karena malu, (Nabi Adam)
2. Tangisan karena kesalahan, (Nabi Daud)
3. Tangisan karena takut, (Nabi Yahya)
4. Tangisan karena kehilangan, (Nabi Ya’kub)
5. Tangisan karena merasa kehebatan-Nya, contohnya tangisan para Nabi as sesuai dengan firman-Nya yg bermaksud :

“Apabila di bacakan kepada mereka ayat-ayat Tuhan yang Maha Pengasih, mereka merebah tunduk dan sujud sambil menangis”.

Nabi Syu’aib menangis sampai buta karena rindu dan cinta kepada Allah, kemudian di keembalikan kepadanya penglihatannya, lalu dia menangis lagi sehingga buta matanya, berurutan sampai tiga kali. Maka Allah menyerukan kepadanya :

“Hai Syu’aib! Sesungguhnya tangisanmu itu jika karena takut akan api neraka, maka Aku telah membebaskanmu dari api neraka dan jika karena ingin surga, maka Aku telah pastikanmu menjadi ahli surga!”

Nabi Syu’aib menjawab : “Tidak wahai Tuhan-ku! Tapi karena sangat rindu untuk memandang wajah-Mu”.

Allah mewahyukan lagi kepada Nabi Syu’ab : “Pantaslah bagi siapa yg menginginka-Ku, wajib menangis rindu kepada-Ku, sebenarnya penyakit ini tidak ada penawarnya sama sekali, kecuali bertemu dengan-Ku”.

Begitulah keadaan rupa Nabi Syu’aib, menangi karena cinta dan rindu kepada Allah SWT.

Malam menurunkan tabirnya, orang berdosa sedang nyenyak dalam tidurnya, tetapi para arifbillah sedang berdiri tegak menghadap tuhannya, mereka membaca ayat-ayat sambil bercucuran air mata, air suci mengalir membasahi pipi terus menurun kebadannya, tidak bersabar walau sebentar darri mengintai Tuhannya karena rindu dan orang bercinta sebenarnya tdk ada tidurnya.

“Barangsiapa banyak tertawa, niscaya kurang disegani. Barang siapa banyak gurau, niscaya ia dianggap remeh. Barang siapa memperbanyak sesuatu, niscaya ia menjadi terkenal dengan sesuatu itu. Barang siapa banyak perkataannya, niscaya banyak jatuhnya (dalam kesombongan). Barang siapa kurang malunya, niscaya kurang wara’nya. Barang siapa kurang wara’nya, niscaya mati hatinya”. (Umar bin Al-Khattab).

Anas ra berkata : “Pada suatu hari Rasulallah saw berkhutbah, lalu beliau bersabda dalam khutbahnya itu :

“Andai kamu mengetahui sebagaimana yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit ketawa dan banyak menangis”.

Anas berkata : “Seketika itu para sahabat menutup muka masing-masing sambil menangis terisak-risak.

Bersabdalah Rasulallah : “Tiada sesuatu yg lebih disukai oleh Allah dari dua tetes dan dua bekas. Tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah dalam mempertahankan agama Allah. Adapun dua bekas adalah bekas dalam perjuangan fisabilillah dan bekas perjuangan menunaikan kewajiban kepada Allah” (HR. At-Tirmidzi)

Marilah kita renungkan kedalam diri kita, dikala kita menangis di hadapan-Nya. Adakah menangis krn malu kepada-Nya, atau karena takut kepada-Nya, atau karena cinta dan rindu kepada-Nya?

Mungkin yang sering terjadi dikala munajat kepada-Nya kita menangis krn nasib dan keadaan kita, karena penderitaan kita, karena musibah yang menimpa kita, krn kesulitan yang melanda kita, atau karena kesempitan rizki yang kita alamai.
Bukan karena malu kepada-Nya, bukan krn takut kepada-Nya, bukan karena banyaknya dosa-dosa kita, bukan karena cinta kpd-Nya.

Demikianlah keadaan kita, dikala di beri kesenangan cendrung kita lupa, asyik di dalam kesenangan dan tertawa-tawa diatas kesenangan dan di kala ditimpakan musibah, kesulitan dan kesempitan baru kita menyadari khilaf dan lalai kita, menangis menyesali khilaf dan lalai kita. hal yg demikian masih lebih baik dari pada tidak sama sekali menyadarinya walau sdh ditimpakan musibah dan kesulitan kpd kita, malah mencari sebab atau melempar sebab kesalahan pada orang lain dan bukan kepada diri kita sendiri. Shg tiada tangis dan menyesal sedikitpun walau kita berada dlm kesempitan dan di dera musibah. Atau kita menangis bukan mengharap iba-Nya, tetapi menangis mengharap iba dari mahluk-Nya. Suma na’udzubillah, smg tdk demikian halnya keadaan kita.
Marilah kita menyadari dan mengintrosfeksi diri kita, Dengan suatu harapan, semoga dengan introspeksi diri kita menyadari dan dapat merubah segala kekeliruan dan khilaf kita untuk bisa lebih baik lagi dimasa yang akan datang....